Hindari Jerat Pidana, Pejabat harus Taati PP 48/2016

By Admin

nusakini.com--Pemerintah terus berupaya mencegah terjadinya kriminalisasi birokrasi yang sering menjadi momok bagi para pejabat dalam menjalankan roda pemerintahan.

Kehadiran Undang-Undang No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan pemerintah No. 48/2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pejabat Pemerintah bisa menjadi pegangan bagi kalangan birokrasi serta penegak hukum. 

Dengan menerapkan perangkat hukum tersebut, diharapkan tidak ada lagi kesalahan administrasi yang dilakukan oleh pejabat dikenai dengan hukuman pidana.

Sebelum ke sana, jika ada pejabat pemerintahan dalam melakukan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan melakukan pelanggaran administratif, pejabat tersebut diproses secara administratif terlebih dahulu sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan. 

“Pelanggaran administratif hendaknya jangan diproses pidana karena hal ini menyebabkan banyak pejabat Ppemerintahan takut mengambil keputusan,” ujar Deputi Kelembagaan dan Tatalaksana Kementerian PANRb Rini Widyantini dalam sambutan tertulis yang dibacakan Staf Ahli Kementerian PANRB bidang Administrasi Negara, Hendro Wicaksono dalam acara sosialisasi PP No. 48/2016 di Semarang, Kamis (18/05). 

Dikatakan, kehadiran PP tersebut dinilai sangat penting, mengingat instrumen hukum administrasi pemerintahan sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pejabat pemerintahan. Bahkan, Presiden secara khusus telah memerintahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mempercepat proses penyusunan peraturan pelaksanaan dari UUAP, khususnya PP yang mengatur tata cara pengenaan sanksi administratif kepada Pejabat Pemerintahan. 

Hendro menambahkan, PP tersebut mengatur secara lengkap bagaimana tata cara pengenaan sanksi administratif, termasuk mekanisme koordinasi antara aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dengan aparat penegak hukum dalam memeriksa dan menentukan suatu pelanggaran termasuk pelanggaran administratif atau pelanggaran pidana. 

Sosialisasi ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan sosialisasi PP No.48/ 2016 yang diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia. Kegiatan ini juga merupakan langkah konkret untuk memberikan pemahaman terkait substansi yang ada dalam PP tersebut. 

Dijelaskan, terbitnya UUAP dimaksudkan untuk lebih menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas badan dan/atau pejabat pemerintahan, memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan, melaksanakan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan dan menerapkan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB), dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat. 

Menurut Hendro, sosialisasi PP Nomor 48 Tahun 2016 ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh pihak maupun stakeholders dalam meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. “PP ini mengatur tata cara pengenaan sanksi administratif bagi pejabat pemerintahan yang melakukan pelanggaran administratif. Terdapat 3 jenis sanksi administratif, yaitu sanksi administratif ringan, sedang, dan berat,” ujarnya menambahkan. 

Sanksi Administratif ringan dikenakan bagi Pejabat Pemerintahan jika tidak mencantumkan atau menunjukkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan dan dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/ atau tindakan.

Hal ini juga bisa dikenakan bagi pejabat pemerintahan jika tidak menyampaikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada Atasan Pejabat dalam menggunakan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran serta menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara. 

Sanksi Administratif ringan juga dikenakan jika pejabat tidak menguraikan maksud, tujuan, substansi, dan dampak administrasi yang berpotensi mengubah pembebanan keuangan negara dalam menggunakan diskresi yang menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam.

Demikian juga kalau pejabat tidak menyampaikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada Atasan Pejabat dalam menggunakan diskresi yang menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam. 

Sanksi juga bisa dikenakan apabila pejabat tidak memberikan Bantuan Kedinasan yang diperlukan dalam keadaan darurat; memberikan persetujuan atau penolakan terhadap Izin, Dispensasi, atau Konsesi yang diajukan oleh pemohon paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan yang tidak berpotensi memiliki Konflik Kepentingan; memberitahukan kepada atasannya dalam hal terdapat Konflik Kepentingan.

Adapun sanksi administratif sedang dikenakan bagi pejabat jika tidak memperoleh persetujuan dari Atasan Pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran; memberitahukan kepada Atasan Pejabat sebelum penggunaan Diskresi dan melaporkan kepada Atasan Pejabat setelah penggunaan Diskresi dalam hal penggunaan Diskresi menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam; menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban; menetapkan keputusan untuk melaksanakan putusan pengadilan paling larna 5 (lima) hari kerja sejak putusan pengadilan ditetapkan; mengembalikan uang ke kas negara dalam hal Keputusan yang mengakibatkan pembayaran dari uang negara dinyatakan tidak sah; atau melaksanakan Keputusan dan/atau Tindakan yang sah dan Keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh Pengadilan atau pejabat yang bersangkutan atau atasan yang bersangkutan. 

Sementara sanksi administratif berat, dikenakan bagi Pejabat Pemerintahan jika menyalahgunakan wewenang, yang meliputi perbuatan yang melampaui Wewenang, mencampuradukkan Wewenang, dan/ atau bertindak sewenang-wenang. 

Selain itu, sanksi administrasi berat dikenakan jika pejabat menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan yang berpotensi memiliki KonflikKepentingan, dan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, atau Pasal 7 yang menimbulkan kerugian pada keuangan negara, perekonomian nasional, dan/atau merusak lingkungan hidup. 

Hendro menambahkan, sanksi administratif ringan itu mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat atau hak-hak jabatan. Sedangkan sanksi administraif sedang antara lain pembayaran uang paksa dan atau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan, hingga pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan. 

Adapun sanksi administratif berat, mulai dari pemberhentian tetap dengan memeproleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya, hingga pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa.(p/ab)